Selamat Datang di Dunia Srikandi...........

Ide segar berbalut semangat revolusioner.......
semoga dapat menghilangkan dahaga....... ^^

Selasa, 01 November 2011

Study Kelayakan Bentuk Negara Indonesia


Pendekatan Ilmu Negara
Secara Wilayah atau Geografis
Jika kita melihat negara Indonesia secara wilayah itu luasnya sangat luas sekali, dan terdiri dari berbagai macam pulau-pulau yang tersebar dari sabang sampai merauke, Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, juga kepulauan kecil lainnya.  Jika melihat kondisi indonesia yang sedemikian luasnya dan terdiri dari banyak suku bangsa dan perbedaan yang ada, maka akan lebih efektif jika dilakukan proses pengontrolan tersebar atau federasi dan tidak terpusat, sebab jika kita mengandalkan sistem pemantauan atau pengontrolan yang terpusat maka bisa jadi wilayah-wilayah tersebut tidak terurus dan tidak akan terkembangkan dengan baik, potensi besar masing-masing daerah tidak akan tergali secara optimal, hanya wilayah yang dekat dengan pemerintahan pusat lah yang akan terkelola dengan baik, namun yang jauh dari pusat kemungkinan besar tidak terkelola dan teroptimalkan dengan baik.
Sumber Daya Alam
            Jika kita lihat wilayah Indonesia secara keseluruhan Sumber Daya Alamnya sangat melimpah, mulai dari tambang, tanah yang subur untuk pertanian, perikanan, tambak, bahkan hingga Industri dan manufaktur yang banyak berkembang di kota-kota besar, ini menandakan bagitu berlimpahnya sumber daya alam yang ada di indonesia, karena dilewati oleh garis khatulistiwa menandakan bahwa Indonesia berada di daerah tropis yang berada di dua musim, hujan dan kemarau yang menjadikan wilayah Indonesia tanahnya sangat subur, wilayah yang terdiri dari kepulauan pun mejadikan Indonesia kaya akan sumber daya perikanan yang banyak dan merata persebarannya. Namun untuk Sumber daya pertambangan seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, dan juga mineral pun juga terlihat dari peta penyebaran sumber daya tidak cukup merata di berbagai daerah. Variabel ini saya pikir menggambarkan bagaimana sebuah sumber daya tidak terlalu merata penyebarannya di seluruh wilayah Indonesia.
ü  Sektor Primer (Sektor Pertanian dan Sektor Pertambangan),
ü  Sektor Sekunder (Sektor Industri, Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, dan Sektor Konstruksi)
ü  Sektor Tersier (Sektor Perdagangan, Sektor Pengangkutan, Sektor Keuangan, dan Sektor Jasa-jasa). 

Lalu jika kita mengamati lebih lanjut lagi secara spasial Sektor Primer lebih didominasi oleh wilayah luar Jawa 74,2 persen. Sedangkan Sektor Sekunder dan Tersier, Pulau Jawa masih menjadi penyumbang terbesar yaitu masing-masing sebesar 67,3 persen dan 67,1 persen. Karena wilayah luar pulau Jawa banyak menghasilkan produk alam, sedangkan di Jawa banyak menghasilkan produk sekunder dan tersier maka adanya ini pun bisa digunakan untuk saling melengkapi kebutuhan satu sama lain. Hal ini untuk menambah lengkap penyebaran sumber daya yang ada di wilayah Indonesia.
Oleh karena itu secara pengelolaan agar bisa lebih dioptimalkan sumber daya alam yang ada maka pengelolaan secara tersebar atau federasi lebih baik untuk konteks ini. Hal ini akan menyebabkan ekonomi masyarakat akan lebih terbangun dan merata. karena pengelolaan yang jelas dan terfokus sehingga bisa dioptimalkan dengan baik SDA dari tiap daerah tersebut karena masing-masing daerah punya komoditas masing-masing yang dapat bersaing dan berbeda dengan daerah selainnya sehingga bisa saling melengkapi dengan pengelolaan sendiri-sendiri. Namun untuk Sumber Daya Alam vital seperti pertambangan, energi, dll sebaiknya pengelolaannya diberikan kepada pusat agar pengaturan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat Indonesia dapat terjamin, jangan sampai ketika SDA vital itu dikelola daerah lalu daerah tersebut menghegemoni dan memonopoli yang lain akhirnya tidak bisa bertahan hidup. 
Sumber Daya Manusia (Kualitas dan Kemandirian)
            Sumber Daya Manusia merupakan indikator signifikan yang akan mempengaruhi apakah sebuah wilayah bisa mengelola wilayahnya secara mandiri tanpa ada bantuan atau interfensi dari pusat, jika kita melihat kondisi umum masyarakat Indonesia secara keseluruhan bisa dilihat dari angka partisipasi sekolah berikut.
Tahun
Pendidikan SD
Pendidikan SMP
Pendidikan SMA
Perguruan Tinggi
2005
97.14 %
84.02 %
53.86 %
12.23 %
2006
97.39 %
84.08 %
53.92 %
11.38 %
2007
97.64 %
84.65 %
55.49 %
13.08 %
2008
97.88 %
84.89 %
55.50 %
13.29 %
2009
97.95 %
84.47 %
55.16 %
12.72 %
Dari data tersebut kita dapat melihat rendahnya angka partisipasi sekolah, belum lagi dari 100% ternyata hanya 12,72% orang yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi, pengukuran tentang seberapa kualitas dan tingkat keahlian tentunya akan terlihat real dari jumlah lulusan SMK dan perguruan tinggi sebenarnya,  rendahnya partisipasi di jenjang pendidikan ini menunjukkan masih rendahnya jumlah sumber daya manusia yang berkualitas yang dimiliki oleh Indonesia, belum lagi jika kita melihat kondisi real dimana penyebaran kuantitas dan kualitas sarana pendidikan di Indonesia yang masih terfokus hanya di kota-kota besar saja terutama di Pulau Jawa hal ini semakin memperlihatkan tidak meratanya jumlah SDM berkualitas yang mampu mengelola daerah tersebut.
Jika melihat kondisi sedemikian rendahnya tingkat juga jumlah SDM berkualitas di Indonesia dimana persebarannya pun tidak merata, berpusat di pulau Jawa saja dan di Kota-kotaolahan dan  besar saja, sebagaimana kita ketahui fungsi SDM adalah untuk mengelola Wilayah Daerah tersebut, Sumber Daya Alam, pemerintahan, politik dsb, jika kualitas SDMnya saja rendah dan tidak merata hanya terpusat di daerah tertentu-tertentu saja, maka akan lebih baik jika bentuk kesatuan diterapkan sehingga pengaturan terhadap SDM yang ahli dapat dilakukan pusat untuk daerah yang kekurangan akan SDM kualitas, penempatan SDM ahli dari daerah lain ke daerah-daerah yang tidak memiliki SDM yang memadai akan sangat membantu pengembangan daerah tersebut yang memiliki sumber daya alam yang banyak, sayang jika tidak dapat teroptimalkan hanya karena kekurangan SDM yang bisa memanfaatkannya, selain itu supply dan penyebaran tenaga kerja secara merata, juga membuka akses pekerjaan yang luas bagi SDM yang ada di wilayah yang padat penduduk dan kelebihan tenaga ahli akan menjadi sangat membantu mengatasi masalah keterbatasan lapangan kerja di wilayah yang padat dan juga kekurangan tenaga ahli di wilayah yang tidak mempunyai tenaga kerja dapat pula terpenuhi.   
Dengan adanya cara pengelolaan oleh pusat memang akan lebih dapat mengoptimalkan terserapnya tenaga kerja dan juga pengolahan SDA yang ada juga pembangunan dan modernisasi daerah yang masih terbelakang atau terpencil tersebut, meskipun ada efek jika masing-masing masyarakat asli daerah tersebut tidak mampu bersaing dengan para pendatang maka dia akan tersisih.
Ideologi (Pandangan atau Kepentingan Politik)
            Jika kita melihat kondisi kekinian dimana dalam perpolitikan Indonesia di dominasi oleh partai-partai yang cenderung bersifat pragmatis, hal ini merupakan  implikasi logis karena sistem multi partai dan corak pluralis masyarakat indonesia, yang tidak banyak mengusung tema pertarungan Ideologi, sejak dahulu hingga saat ini peredaman yang dilakukan peremerintah terhadap organisasi berideologi ataupun fundamental ini menyebabkan tidak banyaknya bahkan cenderung tidak adanya pertarungan ideologi secara mencolok pada kondisi saat ini, sebab itu malah tidak disukai oleh masyarakat Indonesia, hal ini dapat terlihat dari tingkat keberpihkan politik masyarakat Indonesia pada pemilu, lebih banyak yang memilih platform partai nasionalis, demokratis, dan pluralis yang ini merupakan trend yang sama. Partai-partai yang mengangkat asas islam menjadi tidak terlalu populer padahal mayoritas penduduk Indonesia beragama islam, hal ini semakin diperkuat dengan adanya fakta partai islam PKS yang pada awalnya menganut asas eksklusif dengan platform ideologi Islam akhirnya berubah menjadi partai dengan platform pluralis dan inklusif.
            Hal ini memperlihatkan bahwasanya pertarungan ideologi di Indonesia tidak seberapa kentara, bahkan kecenderungan ideologi yang hampir sama, mengerucut menjadi satu ideologi terlihat jelas dengan fenomena pragmatis parpol, jika kita melihat kondisi yang seperti ini maka bentuk federasi akan menjadi lebih baik diterapkan di Indonesia. Meskipun konsekuensinya kecenderungan untuk lebih bisa pecah atau terpisah lebih besar.     
Tingkat Konflik Politik
            Tingkat konflik daerah di Indonesia tidak tinggi di Indonesia, hanya saja masih ada di beberapa wilayah tertentu seperti Aceh, juga Maluku yang masih konflik ingin lepas dari wilayah Republik Indonesia. Namun seperti halnya di Aceh ternyata itu dapat di akomodir dengan pemberian hak penuh pengelolaan daerah juga pemerintahannya, terutama di bidang hukum yang ingin menegakkan hukum islam dan juga seperti halnya kasus di DIY dimana Gubernur tidak perlu dipih tapi berdasarkan keturunan, sedangkan di DKI Gubernur berhak untuk memilih para walikotanya secara langsung. Di Indonesia sebenarnya sudah ada beberapa pengecualian tersebut, dengan diberikannyan otonomi khusus daerah maupun otonomi daerah konflik dapat diredam. Sedangkan daerah selainnya relatif aman dan tentram saja, sehingga saya pikir bentuk federasi akan lebih cocok untuk dapat mengoptimalkan pengelolaan daerah tersebut.  
Faktor Kesejarahan atau Sosio Historis
Jika melihat dari faktor sosio historis Indonesia, yang awalnya terdiri dari kerajaan-kerajaan yang bercorakkan atas agama dimana satu sama lain saling menghancurkan, menaklukkan untuk mendapatkan kekuasaan sebesar-besarnya dilakukan, hal ini menyebabkan  tingkat konflik politik menjadi sangat tinggi di wilayah Indonesia tersebut sehingga bentuk kesatuan lebih cocok untuk dapat mendamaikan wilaayh yang seperti ini, lalu kemudian beralih pada kondisi dijajah oleh bangsa lain yang sama, yaitu belanda selama 350 tahun, kemudian dijajah kembali oleh jepang 3,5 tahun.
Kondisi penjajahan inilah yang sebenarnya memepersatukan semangat rakayat Indonesia untuk berjuang melawan penjajahan tersebut agar mereka bisa bebas dan berdaulat, lalu tidak meratanya akses juga kekuatan daerah-daerah yang ada setelah merdeka sehingga kecenderungan untuk dapat dirongrong kembali kemerdekaannya oleh bangsa lain, seperti kasus NIT yang akhirnya masih dihegemoni Belanda lewat RIS sebagai negara Boneka pada agresi militer belanda ke II, dan banyaknya pertarungan ideologi yang ada kala itu hingga setelah kemerdekaan, pertentangan ideologi, Islam, Komunis, Nasionalis sangat kencang dan kuat mulai arus bawah di daerah hingga arus atas di partai politik. Hal ini menyebabkan perlunya perekat dan kontrol yang kuat untuk mempersatukan perbedaan yang ada ini serta konflik ideologi juga konflik politik yang ada, oleh karena itu bentuk kesatuan cenderung cocok untuk mempersatukan ikatan ini. Perlunya sentralistik dalam mengelola negara untuk mempersstukan seluruh perpecahan dan permasalahan tersebut, oleh karena itu ketika itu corak Kesatuan dipilih bahkan hingga sukarno mengeluarkan dekrit presiden 1959 untuk dapat meredam dan membantu pemerataan dan pemertahanan daerah Indonesia yang lemah.
Namun ternyata dengan adanya sebuah pemerintahan yang sentralistik oleh Sukarno dan Suharto ternyata ini pun membuat masalah baru dimana pembangunan yang terhjadi akhirnya tidak merata hanya difokuskan di Pulau Jawa saja sedangkan yang lainnya tidak terperhatikan, rawannya penyalahgunaan wewenang juga kekuasaan oleh penguasa pusat sehingga mendzolimi daerah menajdi sebab kenapa akhirnya pada era Reformasi bentuk Sentralistik itu kemudian sedikit-sedikit diubah dan dibuat lebih desentralisasi dengan dibuatnya otonomi daerah dll, yang menjadikan bentuk negara kemudian bergeser dari kesatuan menjadi campuran.  





Evaluasi Bentuk Negara Indonesia
Pembagian Kewenangan
Pemimpin Nasional
1.      Ada satu Pemimpin yaitu Pemimpin Negara / Pemimpin Nasional (Presiden).
2.      Pemimpin Nasional mengurusi masalah dalam Negeri (pengelolaan SDM, SDA dan Sektor Masyarakat).
3.      Pemimpin Nasional mengurusi masalah luar Negeri (hubungan dengan negara lain).
4.      Pemimpin Nasional mengurusi masalah pertahanan dan keamanan Negara.
5.      Pemimpin Nasional mengurusi masalah ekonomi makro
6.      Pemimpin Nasional tidak berhak mengurusi masalah daerah.
Pemimpin daerah
1.      Negara terdiri dari beberapa Propinsi
2.      Gubenur Propinsi mengurusi masalah SDM, SDA dan Sistem masyarakat (masalah daerahnya masing2)
Saya pikir untuk wilayah Indonesia kondisinya lebih cocok membutuhkan kebebasan dari tiap-tiap daerah untuk mengelola daerahnya atau cenderung Federasi, ketertinggalan daerah selainnya dikarenakan sistem sentralistik 32 tahun zaman Suharto membuat daerah Indonesia yang lain tidak berkembang sehingga ini menyebabkan kepercayaan rakyat menjadi berkurang terhadap pemerintah pusat.
Dengan melihat kondisi SDA yang tidak terlalu merata dan juga wilayah yang sangat luas sehingga memerlukan pemfokusan yang lebih agar sumber daya dapat teroptimalkan karena daerah yang lebih mengetahui masalah dan potensi yang terkandung dalam wilayahnya tersebut, sebenarnya sistem pembagian wewenang seperti yang telah ada di Indonesia sekarang ini tidak lah efektif disebabkan pusat yang menghandle semua masalah dalam negeri mengenai pengelolaan SDA ini padahal wilayah yang ditanganinya sangat luas dan SDA yang ada ternyata cukup tidak tersebar dengan baik di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pembatasan kontrol pusat oleh daerah pula terhadap pengaturan SDA ini agar bisa teroptimalkan namun juga dapat dinikmati merata untuk kesejahteraan rakyat tidak dimonopoli oleh daerah.
Tingkat konflik politik yang rendah, dan juga ke homogenan ideologi yang ada, ini juga menjadikan bentuk Negara Indonesia lebih cocok untuk dijadikan federasi, sebab tingkat perpecahan nya sudah menurun tidak banyak konflik, sehingga stabilitas politik juga sosial yang ada sudah dapat terjaga dan akan menjadi lebih berkembang jika pengelolaannya sektor sudah dapat dikelola dengan sendirinya dengan pemilihan pemerintahan yang dilakukan oleh daerah itu sendiri saya pikir sudah relevan dan efektif dengan pola Indonesia sekarang, dimana gubernur hingga tongkat bawahnya dapat dipilih langsung oleh rakyat, dan memiliki pertanggungjawaban langsung kepada rakyat, untuk kondisi konflik yang rendah dan ideologi homogen tentunya hal ini menjadi efektif untuk dilaksanakan.
Kondisi rendahnya kualitas SDM di Indonesia di tambah persebarannya yang tidak merata, menjadikan bentuk kesatuan atau kontrol pusat terhadap pemgaturan secara terpusat lewat daerah untuk pengaturan SDM ini sudah dirasa efektif. Hal ini agar seluruh wilayah mendapatkan supply SDM dengan kualitas yang memadai untuk membangun masing-masing daerah tersebut, jika jumlah SDM kualitas saja masih rendah ditambah persebaran yang tidak merata menjadikan keharusan pusat campur tangan mengatasi hal ini.
  Sehingga jika mengevaluasi dari bentuk pembagian wewenang yang seperti ini untuk tingkat politik dirasa sudah cukup efektif bagi pemberdayaan, kemandirian, juga optimalisasi demokrasi daerah tersebut, karena penyelenggaraan pemerintahan telah dapat dilakukan sendiri oleh rakyat daerah tersebut, sehingga rakyat bisa memilih pemimpin daerahnya sendiri dan pengontrolan dan  pertanggung jawaban langsung dilakukan oleh rakyat, namun seharusnya dengan kondisi yang seperti ini dimana tingkat konflik politik rendah, ideologi homogen lalu SDAnya pun merata maka seharusnya pengaturan kesemuanya ini bisa dipercayakan langsung pada pemerintahan daerah tersebut karena nyatanya pemerintah daerah sudah bisa melakukan pengaturan pemerintahan sendiri, dengan menyerahkan pengaturan sektor juga pengaturan SDA pada daerah masing-masing dan dikelola pemerintah daerah maka potensi-potensi yang ada di daerah tersebut dapat teroptimalkan karena daerah tersebut akan lebih mengetahui bagaimana potensi dan pemanfaatan dari potensi yang ada tersebut namun dnegan catatan untuk SDA vital. namun untuk pengaturan terhadap SDM spesifik mengenai supply tenaga ahli yang dapat mengelola wilayah tersebut disaranakan untuk tetap diberikan wewenang pada pusat agar persebarannya dapat diatur dengan merata sebab kualitas SDM juga penyebarannya masih belum merata di Indonesia.
Hukum
Hukum Nasional dan Daerah
1.      Hukum Nasional di buat oleh Pemerintah Pusat.
2.      Hukum Nasional berbentuk Undang-Undang Dasar.
3.      Undang-Undang Dasar Nasional merupakan undang-undang yang tertinggi (rujukan undang-undang di bawahnya).
4.      Tiap Propinsi berhak membuat hukum yang di landaskan Undang-Undang Dasar Pusat
Untuk bidang hukum ini, jika melihat filosofis hukum sendiri adalah sebuah fungsi pengaturan yang mengarahkan masyarakat pada kehidupan yang sejahtera dan tertata, pembatasan hak bebas individu agar tidak bertabrakan dengan hak juga kewajiban orang lain menjadi diperlukan untuk mewujudkan masyarakat yang tertib dan teratur, lalu bagaimana dengan Indonesia, jika melihat kondisi real indonesia sendiri yang ternyata terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama, ras dll, yang merupakan kebhineka tunggak ikaan itu sendiri, tentunya dari sini kita bisa melihat sepintas bagaimana penerapan sistem hukum yang terpusat tentunya tidak lah akan efektif untuk dilakukan, namun realitasnya di Indonesia daerah bisa membuat hukum sendiri yang tidak bertentangan dengan hukum Nasional. Namun dengan melihat keanekaragaman ini sendiri, misalnya perbedaan adat, budaya, norma yang ada di masyarakat dan juga kualitas masyarakat juga kesadaran hukum di masing-masing daerahnya tentunya sistem yang ikut murni kepada Undang-undang  pusat akan menghambat dan tidak terlalu efektif untuk diberlakukan di wilayah Indonesia yang seperti itu. Kres akan banyak terjadi antara wilayah satu dengan selainnya, mudahnya UU pornografi ketika ini akan diberlakukan menyeluruh dan menjadi dasar, masyakarat kita di bagian timur wuilayah Irian jaya yang masih menganut adat dan budaya memakai koteka tentunya akan sangat merasa dizalimi karena itu merupakan bagian dari adat mereka, namun ketika UU ini tidak diberlakukan wialyah Indonesia lain yang sudah maju dengan kesadaran hukum yang tinggi akan terancam oleh degradasi moral akibat pornografi tersebut.
Sehingga untuk bidang pengaturan bentuk hukum yang seperti ini dirasakan masih perlu dikaji dan dipertegas kembali bagaimana batasannya dan ruang lingkup berlakunya UU pusat yang harus dijadikan acuan untuk UU daerah, sehingga pengaturan bidang hukum yang masih relatif terpusat harus berpihak pada UU Dasar Nasional sebagai rujukan dianggap tidka efektif untuk kondisi Indonesia yang sangat beragam dan kondisinya berbeda-beda juga kesadaran hukumnya yang berbeda.
Kedaulatan Rakyat
Daerah dan Nasional
1.      Rakyat secara Nasional berhak untuk memilih Pemimpin Nasional.
2.      Rakyat secara Nasional berhak mengontrol kinerja Pemimpin Nasional.
3.      Rakyat secara Nasional berhak mengevaluasi kinerja Pemimpin Nasional
4.      Rakyat Daerah berhak untuk memilih Gubenur
Untuk hak demokrasi rakyat ini, saya rasa tidak ada masalah dan sudah cukup efektif dan realistis untuk dilaksanakan di wilayah Indonesia, hanya saja pendidikan politik bagi masyarakat agar mereka tidak buta politik, sehingga mereka dapat memilih pemimpin yang benar-benar layak dan baik untuk mereka secara objektif bukan dikarenakan uang atau yang selainnya. Sistem otoriter, monarki dsb untuk dewasa ini sudah lah tidak cocok karena masyarakat semakin berkembang dan juga semakin ingin dihargai hak juga kebebasannya, sistem control lewat mekanisme check and balance lewat pemilu hingga akhirnya rakyat bisa menilai apakah pemimpin tersebut dapat melanjutkan atau diberhentikan dari jabatannya karena kinerjanya sudah lah menjadi hal yang baik, meskipun dominasi rakyat miskin yang masih mudah di manipulasi dan juga rendah nya pendidikan poltik masyarakat ini menjadi kendala tersendiri, namun dnegan dibukannya akses informasi jug apolitik transparan seluas-luasnya saya pikir ini pun bisa jadi peluang pendidikan politik bagi masyarakat sehingga mekanisme check and balances dapat tetap terlaksana oleh rakyat terhadap penguasa daerah maupun nasional. Sehingga saya nilai sistem ini masihlah efektif dan sesuai bagi Indonesia.
Dari keseluruhan evaluasi bentuk negara Indonesia kini, penulis mendapati ada beberapa sistem yang terkait bentuk negara yang  menyebabkan bentuk negara campuran Indonesia kini tidak efektif untuk digunakan di fakta-fakta yang ada di Indonesia sekarang ini. Oleh karena itulah penulis akan merumuskan bagaimana bentuk Negara Indonesia yang seharusnya agar dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang dapat melakukan pengaturan dengan tepat dan membuat masyarakatnya sejahtera dan tetap terjaga wilayah kedaulatannya. 
Merumuskan Bentuk Negara Indonesia
Jika melihat kondisi sosio historis masyarakat Indonesia yang pernah mengalami pengkhianatan dari penguasa negara dengan bentuk negara kesatuan hingga akhhirnya menimbulkan sebuah aksi massa “People Power” untuk menumbangkan rezim yang berkuasa selama 32 tahun dikarenakan sistem sentralistik yang diberlakukan di Indonesia, hal ini menyebabkan menjadi rendahnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan pusat untuk dapat mengelola seluruhnya secara terpusat, belum lagi fakta sosial yang memperlihatkan adanya ketimpangan sosial antara pembangunan di pulau jawa dengan di luar pulau jawa, hasil dari rezim 32 tahun dengan sistem sentralistik tersebut menghasilkan sebuah penghisapan SDA juga modal dari luar Jawa di bawa seluruhnya untuk membangun pulau Jawa, Jawa menjadi anak emas dan pusat peradaban termaju di Indonesia sedangkan pulau di luar Jawa seperti anak tiri yang dikuras habis sumber dayanya tanpa pernah merasakan hasil keuntungan sumber daya tersebut, hasilnya pembangunan yang timpang antara Pulau Jawa dengan wilayah di luar Jawa, belum lagi banyaknya penyalahgunaan kekuasaan sentralistik tersebut yang akhirnya malah dipakai untuk melanggengkan kekuasaan pribadi sang Diktator rezim tersebut, membangun kerajaan cendana juga kroni-kroninya, mengeraknya Budaya KKN pada aparatur negara hingga kalangan bawah, menimbulkan trauma mendalam tersendiri bagi masyarakat Indonesia yang merasakan kepercayaannya dikhianati oleh pemerintahan negara Kesatuan.
Sejak dikumandangkannya Era Reformasi ketidak percayaan rakyat tersebut mulai diperbaiki dalam bentuk perevisian bentuk negara Indonesia, terutama di bidang pengaturan daerah. yang awalnya kesatuan murni sekarang menjadi bentuk campuran. Bidang pengaturan daerah tersebut diwujudkan implementasi nyata untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap negara kesatuan republik Indonesia dalam bentuk pemberian otonomi daerah yang kemudian terakhir disempurnakan pada tata aturan perundang-undangan no. 32 tahun 2004.
Sehingga berpijak dari sejarah tersebut, hendaknya tidaklah patut kita kembali lagi pada bentuk Negara kesatuan lagi, lalu apakah kemudian kita beralih pada negara Federal saja sebagai bentuk lain sebuah Negara? Ternyata ide ini sempat dilontarkan amin rais namun ternyata ditolak sebab di klaim itu berasal dari barat dan tidak cocok dengan jati diri bangsa Indonesia, tapi kenyataannya bentuk negara campuran saat ini yang telah diterapkan di Indonesia pun juga ternyata disana sini masih terlihat ketidak efektifan fungsi dari bentuk negara tersebut. Lantas sebenarnya bentuk apakah yang sesuai untuk dapat mengatur wilayah Kesatuan Republik Indonesia ini sehingga kelak tujuan kemaslahatan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat Indonesia dapat tercapai, sebagai mana yang termaktub dalam falsafah dasar UUD 1945 dan juga cita-cita negara Pancasila yang termuat dalam butir-butirnya.
Penulis akan merumuskan bentuk negara Indonesia itu seperti apa berpijak dari tiga variabel yang ada dalam betuk negara, 1) Kedaulatan Rakyat, 2)Bidang Hukum, 3) Pembatasan Kekuasaan baik tingkat Nasional dan Daerah lalu bagaimana batasan atara keduanya, analisa ketiga variabel tersebut akan disesuaikan tentunya dengan kondisi riel masyarakat Indonesia saat ini, sehingga dari penganalisaan hal tersebut kita dapat mengambil kesimpulan mengenai sub-subnya kemudian ditarik menjadi bentuk negara seperti apa yang layak untuk diterapkan di Indonesia.

1)      Kedaulatan Rakyat
Yang dimaksud penulis dengan kedaulatan rakyat disini adalah hak pilih rakyat terhadap penentuan nasibnya untuk memilih pemimpin negara tingkat nasional maupun daerah, sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kondisi saat ini Indonesia telah melaksanakan Pemilu baik di tingkat Nasional maupun Daerah, rakyat memiliki kekuasaan terbesar dan berhak memilih pemimpin secara langsung baik di tingkat Daerah maupun tingkat Nasional, sebagai mana kita ketahui negara kita mengusung dan menjunjung tinggi asas demokrasi sebagai bentuk penegakan hak suara rakyat, sebab rakyatlah yang memiliki kekuasaan terbesar untuk menentukan nasibnya sendiri.
Berkaca pada kondisi kekinian memang sudah tidak mungkin sistem sentralisasi seperti pemilihan kepala daerah oleh pusat dilakukan kembali, apalagi dengan track record pernah dicurangi dan dikhianatinya kepercayaan rakyat ketika sistem sentralisasi diberlakukan di rezim Suharto juga Sukarno, namun selain itu penulis kira sistem penunjukkan secara langsung oleh pemimpin pusat untuk kepala daerah dirasa tidak akan efektif, sebab ini akan memunculkan peluang tingginya kesubjektifan dari pemimpin pusat sehingga peluang untuk KKN akan terbuka luas lagi,
Selain itu, rendahnya tingkat  konflik politik maupun daerah serta kecenderungan homogennya partai-partai yang ada secara ideologi, semakin memperkuat bahwa dapat dilangsungkannya kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin nasional juga daerah secara penuh. Namun dengan catatan pendidikan politik bagi rakyat juga kesadaran akan berdemokrasi pun juga tetap harus ditingkatkan untuk menciptakan sebuah tatanan demokrasi yang ideal di masyarakat sehingga dapat mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat tersebut. rendahnya kedua hal tersebut lah yang menjadi batu sandungan berlangsungnya iklim demokrasi yang sehat di Indonesia.
Kurangnya pengakuan terhadap putra daerah jika sistem ini diberlakukan, apalagi saat ini sudah banyak putera daerah yang mampu untuk memimpin daerahnya, tidak seperti dulu lagi yang masih sangat terbatas orang berkualitas, meskipun tetap kualitas SDM secara keseluruhan masih rendah dan persebaran SDM berkualitas tadi tidaklah merata, namun dengan adanya Universitas di setiap daerah hal ini setidaknya menunjukkan peluang bahwasanya putera daerah pun juga masih bisa untuk dipercaya memimpin daerahnya, penulis lebih mengutamakan putera daerah sebab dia berasal dari daerah yang dipimpinnya tersebut, dia akan lebih mengerti, tau, paham seluk beluk wilayah, adat juga masyarakat dsb, sehingga ini akan dapat lebih mengoptimalkan pegelolaan wilayah daerah tersebut.
Kemudian dari segi check and balances serta pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyatnya, jika sistem pemilihan kepala daerah juga negara masing-masing diserahkan langsung di tangan rakyat, maka hal ini tentunya akan lebih transparan dapat diamati dan dinilai oleh seluruh masyarakat Indonesia juga masyarakat daerah tersebut. sehingga kinerja pemerintah yang baik atau buruk dapat dinilai oleh khalayak masyarakat, apalagi di era transparansi informasi sekarang ini, dimana pers memiliki hak untuk memberitakan, jurnalistik nasional maupun daerah menjadi alat yang dapat menunjukkan bagaimana kinerja aparat pemerintah yang sudah dilegitimasi oleh rakyat  tersebut, jika dalam kenyataannya kinerjanya buruk atau ada sesuatu hal yang menyebabkan pemimpin tersebut tdidak lagi dipercaya oelh rakyat maka itu akan menjadi pertimbangan langsung bagi masyarakat untuk tidak memilih kembali calon tersebut dalam pemilu selanjutnya.
Mekanisme check and balances ini memang selain sudah dilakukan oleh lembaga legislatif, namun peran serta rakyat secara langsung pun patut dilibatkan untuk pemilihan kepala negara dan daerah tersebut, agar legitimasi penuh dari rakyat terhadap pemimpin yang ada didapatkan, sehingga pengaturan terhadap rakyat dapat dilaksanakan oleh pemimpin tadi, dan hal ini pun akan menjadi jaminan kesempatan politik yang diberikan oleh rakyat kepada pemimpinnya. Akan menjadi kasus tentunya jika pemimpin yang menjabat tidak memiliki legitimasi rakyat, maka pemimpin tersebut akan mudah digulingkan oleh rakyatnya, stabilitas daerah atau nasional secara politik dan sosial terganggu, bahkan pemerintahan tidak akan dapat bekerja menjalankan fungsinya karena terus bergejolaknya kondisi, hal ini akan menyebabkan tujuan dari daerah atau negara tersebut tidak akan tercapai, kesejahteraan rakyat pun tidak akan tercapai tentunya jika terjadi hal seperti ini.  
Oleh karena itu rakyat dalam bentuk negara ini berfungsi untuk
·         Rakyat secara Nasional berhak untuk memilih Pemimpin Nasional.
·         Rakyat secara Nasional berhak mengontrol kinerja Pemimpin Nasional.
·         Rakyat secara Nasional berhak mengevaluasi kinerja Pemimpin Nasional
·         Rakyat Daerah berhak untuk memilih Gubenur, Bupati dsb.
·         Rakyat Daerah berhak mengontrol kinerja Pemimpin Daerah
·         Rakyat Daerah berhak mengevaluasi kinerja pemimpin Daerah

2)      Bidang Hukum
Lalu bagaimana pengaturan di bidang hukum secara ideal yang nanti akan diwujudkan dalam bentuk negara, sebagaimana yang telah dijelaskan hukum berfungsi untuk mengarahkan masyarakat, melakukan pengaturan melalui pembatasan agar hak dan kewajiban satu sama lain tidak saling bertabrakan dan tumpang tindih, demi menuju keselarasan hidup bernegara. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya Negara Indonesia bukanlah terdiri dari suku, bangsa, agama, ras yang homogen. Sebagaimana kita tahu Indonesia sangatlah heterogen terdiri dari berbagai macam orang dan kelompok yang terikat dalam sebuah bangsa Indonesia lewat semboyan Bhineka Tunggal Ika, namun keaneka ragaman Indonesia tersebut sejak dahulu tidak lah menjadi hambatan untuk menjadikan masyarakat Indonesia bisa hidup berdampingan dengan aman dan tentram, disinilah konsep pluralisme dan toleransi bermain mendamaikan perbedaan-perbedaan yang ada tersebut.
Namun ketika kita mengetahui kondisi kemajemukan yang ada dalam masyarakat Indonesia tersebut yang berimplikasi pada keyakinan, konsep ajaran, norma, nilai, adat, budaya dsb menjadi berbeda di tiap daerah. Dan ketika diberlakukan konsep hukum seperti yang ada sekarang di Indonesia dimana UU Dasar Nasional menjadi Undang-undang tertinggi yang menjadi rujukan nasional dan sementara itu UU yang ada di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan UU tersebut, memang daerah mempunyai hak pula untuk membuat UU terapan khusus diberlakukan untuk daerahnya tetapi hal ini tetap tidak boleh bertentangan dengan UU Dasar Nasional. Padahal sebagaimana yang telah ditunjukkan masyarakt Indonesia sangat beraneka ragam di tiap wilayahnya, dengan mayoritas suku yang berbeda dan juga aturan lain yang berbeda, serta tingkat pendidikan, kesadaran hukum dll yang juga berbeda, jika kita memaksakan konsep Indonesia tentang hukum saat ini, seperti yang dibahas sebelumnya sudah lah tidak efektif, akan bertabrakannya Dasar UU nasional dengan kondisi spesifik daerah tertentu yang ada, padahal pengaturan itu disisi lain sangat dibutuhkan untuk ditetapkan di daerah yang selainnya, seperti kasus UU pornografi pornoaksi yang menuai prokontra dan mengatasnamakan pihak masyarakat timur yang masih primitif menggunakan koteka akan dirugikan padahal dasar berpikirnya pembuatan hukum skala nasional ini adalah untuk membendung degradasinya moral bangsa karena pornografi dan porno aksi tersebut, begitupun dengan konteks diaceh dimana penuntutan atas pemberlakuan perda syariah yang akhirnya sempat menjadikan Aceh ingin pisah dari NKRI, hal ini menunjukkan ketidak relevanan jika UU Nasional harus dijadikan acuan dan UU daerah tidak boleh bertentangan dengan UU nasional tersebut.
Sebagaimana yang tadi telah penulis paparkan tadi, banyaknya ketidak sesuaian antara masyarakat yang satu di daerah A dengan masyarakat lainnya di daerah B, menimbulkan kres tentang hukum nasional yang dijadikan pijakan tersebut, semakin lama pertentangan itu tidak dapat di akomodir hingga akhirnya aceh pun mendapatkan legalitas menerapkan perda syariah yang itu bertentangan dengan UU nasional, ke depannya bukan tidak memungkinkan tuntutan tuntutan serupa akan terjadi sebab memang besarnya potensi perbedaan yang ada di Indonesia sendiri sangat besar terutama di bidang norma, aturan budaya juga tingkat kesadaran hukum juga pendidikan masyarakat masing-masing daerah, sehingga menurut penulis akan lebih layak jika penetapan hukum daerah sepenuhnya diserahkan ke daerah masing-masing tanpa harus menjadikan acuan UU nasional sebagai dasar dan tidak boleh bertentangan, atau dalam artian singkat sistem hukum layaknya bentuk negara federal lah yang harus diterapkan oleh Indonesia.
Sebab dengan sistem hukum federal, dimana masing-masing daerah dapat menetapkan hukum sesuai konteks kebutuhan daerah masing-masing yang memiliki norma yang berbeda, adat yang berbeda, suku, dan dominasi serta kualitas SDM yang berbeda maka hukum yang dibuat oleh masing-masing wilayah terlepas dari hukum nasional akan lebih operabel dan dapat lebih efektif untuk melakukan pengaturan pada masyarakat daerahnya masing-masing dan tentunya akan lebih dapat diterima dan dilaksanakan serta dikontrol lebih baik, sehingga taraf pencapaian keberhasilan dari hukum tersebut akan lebih tinggi. Hukum Nasional pada akhirnya akan menjadi pelengkap dari hukum daerah tersebut
Sehingga Hukum Nasional dan Daerah akan menjadi seperti ini kedudukannya.
1.      Hukum Nasional di buat oleh Pemerintah Pusat
2.      Hukum Nasional berbentuk Undang-Undang Dasar
3.      Undang-Undang Dasar Nasional merupakan undang-undang yang tertinggi (rujukan undang-undang di bawahnya)
4.      Hukum Nasional hanya melengkapi Hukum yang di buat tiap Provinsi atau daerah
5.      Tiap Negara bagian atau Provinsi  berhak membuat Undang-Undang Dasar Sendiri yang berlaku di provinsinya

3)      Pembatasan Kekuasaan
Pembatasan kekuasaan ini berbicara tentang kewenangan pemerintahan pusat dengan kewenangan pemerintahan daerah, ditinjau dari pengaturan SDA, SDM, Sektor masyarakat, Wilayah, Ideologi dan tingkat Konflik.
Penulis telah memaparkan sebelumnya terkait dengan kondisi luas Wilayah juga SDA yang ada di Indonesia, pemerataan Sumber Daya Alam di Indonesia tidak lah terlalu merata terutama untuk Sumber Daya vital seperti minyak bumi, bara dan sumber energi lainnya, begitupun sumber daya pertanian juga perikanan dan selainnya, namun jika penulis melihat di setiap daerah pasti memiliki hasil SDA tertentu yang berbeda dengan daerah selainnya, sebagai negara yang beriklim tropis, Indonesia dikaruniai tanah yang sangat subur dari sabang sampai merauke, begitupun wilayahnya yang maritim membuat Indonesia juga kaya akan ikan dan juga pegunungan vulkanik menambah kekayaan mineral juga kesuburan tanah Indonesia. Jika ditanya adakah wilayah Indonesia yang tidak memiliki Sumber Daya Alam, maka penulis katakan tidak, tiap wilayah selalu memiliki sumber daya alam yang dapat dioptimalkan oleh masyarakatnya tersebut, pengalaman selama ini sistem sentralistik menyebabkan daerah tidak dapat mengeksplor dan mengoptimalkan kekayaan SDA yang ada di wilayahnya sebab luasnya wilayah Indonesia yang tidak dapat tertangani dengan sitem sentralistik lagi. Sekarang di Indonesia memang sudah diterapkan Daerah bisa mengelola SDA, SDM juga sektor masyarakatnya, namun pusat tetap campur tangan, disinilah yang menjadi kebingungan penulis lantas bagaimana batasan dari ikut campur pusat terhadap daerah, namun jika penulis mengingat bahwa semua wilayah sebenarnya memiliki sumber daya alam yang cukup banyak, belum ditambah lagi bidang industri dan selainnya yang termasuk dalam sektor sekunder juga tersier, penulis kira akan lebih baik pengolahan dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya untuk sektor primer, sekunder dan tersier kepada daerah masing-masing, hal ini agar potensi yang ada tersebut dapat benar-benar digali dan dimanfaatkan serta dioptimalkan untuk mensejahterakan masyarakatnya, sebagaimana yang telah dilakukan pemerintahan daerah saat ini, lalu bagaimana hubungan dengan daerah lain yang tidak memproduksi bahan tersebut? pertukaran penjualan komoditas tentunya dapat dilakukan untuk salaing melengkapi kebutuhan masing-masing daerah secara proffesional. Hal ini selain menumbuhkan kemandirian daerah, peluang kerja akan semakin terbuka lusa dimasing-masing daerah dan juga potensi yang ada dapat benar-benar tergali dan teroptimalkan dengan baik.
Namun terkait dengan SDA yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti minyak bumi, Energi (listrik,air) dan sebagainya ini diserahkan saja kepada pusat untuk dikelola, agar distribusi dan dan pemerataannya dapat tetap terjaga. Sebagai komoditi utama penunjang untuk hidup maka di sektor ini penjagaan secara ketat agar tidak terjadi monopoli dan penjaminan akan tetap terjangkaunya barang-barang tersebut oleh masyarakat maka harus dikelola secara sentralistik di bidang ini.
Lalu bagaimana menyangkut pengaturan SDM, sebagaimana yang kita ketahui tingkat partisipasi pendidikan masyarakat Indonesia cukup rendah, terutama di perguruan tinggi, hanya 12, 7 % lulusan perguruan tinggi dan itu pun tidak merata penyebarannya di wilayah Indonesia, rendahnya kualitas SDM Indonesia, ditambah tidka meratanya penyebarannya di berbagai wilayah, melainkan hanya di Kota-kota besar saja, maka penulis menyarakankan pengelolaannya dilakukan secara sentralistik supaya dapat terpantau dan penyebaran tenaga ahli dapat diatur dan disebar merata sesuai kebutuhan daerah, agar semua daerah bisa mandiri, sebagai mana kita ketahui bahwasanya SDM merupakan faktor yang sangat penting bagi pembangunan daerah tersebut, faktor ini terkait dengan pendidikan masyarakat, ketersediaan tenaga ahli, pengajar, juga sarana dan prasarana, menurut penulis pusat dalam hal ini harus bertanggung jawab untuk melakukan pemerataan tersebut, dan menjalankan fungsi kontrol dan sbg agar tingkat dan kualitas pendidikan daerah bisa merata, kenapa tidak diberikan ke daerah saja? Jika diberikan ke daerah dengan kondisi daerah satu dnegan yang lain tidak memiliki tenga ahli yang merata di tiap daerah, maka ini akan menyulitkan daerah yang kekurangan. Seperti kasus kurangnya tenaga pengajar bahkan sarana sekolah di daerah Irian jaya dan papua, sebab orang daerahnya sendri sangat jarang yang berpendidikan lantas siapa yang akan memajukan dan meningkatkan kualitas SDM lewat pendidikan jika bukan SDM dari daerah lain yang over load, seperti dari Jawa misalnya. Sehingga demi peningkatan kualitas SDM yang kondisinya masih sangat rendah dan belum merata, diperlukan peran pemerintah pusat untuk melakukan upaya pengambil alihan wewenang dibidang ini.      
  Lalu bagaimana dengan kestabilan politik dan juga pemerintahan di wilayah Indonesia sebagaimana data yang telah dianalisa oleh penulis sebelumnya diatas, pertarungan ideologi saat ini diranah politik tidak lah kentara kecenderungan partai pragmatis mewarnai kehidupan poltik kita, ditambah kepribadian bagsa yang pluralis senantiasa terbiasa dengan adanya perbedaan dan toleransi menyebabkan konflik politik pun juga rendah intensitasnya di dalam wilayah indonesia, kalaupun ada nyatanya hal itu dapat dibendung dengan otonomi daerah dan perda daerah khusus yang saat ini seperti di Aceh. Sehingga jika menganalisa dari relaitas ini maka sudah seharusnya pengaturan politik diberikan kepada daerah masing-masing, seiring dnegan kedaulatan rakyat yang menuntut demokrasi karena sebelumnya kepercayaannya thd pemerintah pusat pernah dicederai, maka sudah selayaknya pengaturan dan juga pelaksanaan daerah diserahkan sepenuhnya pada pemerintah daerah, untuk pengaturan SDA, sistem masyarakat jug apemerintahan.
Sedangkan untuk ranah hubungan luar negeri serta pengurusan masalah ekonomi makro, jug apertahanan keamanan tetap dilaksanakan oleh pemerintah pusat, dan pemerintah pusat tidak dapat mengurusi masalah daerah, dikarenakan untuk menjaga kedaulatan negara dan juga keamanan nasional diperlukan aparat yang kuat yang tidak bisa untuk diserahkan kepada masing-masing daerah.
 Maka pembangian wewenangnya menjadi:
Pemimpin Nasional
·         Ada satu Pemimpin yaitu Pemimpin Negara / Pemimpin Nasional (Presiden).
·         Pemimpin Nasional mengurusi masalah dalam Negeri
pengelolaan SDM secara penuh untuk pemerataan pendidikan dan tenaga ahli,
pegelolaan SDA yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan
Sektor Masyarakat
·         Pemimpin Nasional mengurusi masalah luar Negeri (hubungan dengan negara lain).
·         Pemimpin Nasional mengurusi masalah pertahanan dan keamanan Negara.
·         Pemimpin Nasional mengurusi masalah ekonomi makro
·         Pemimpin Nasional tidak berhak mengurusi masalah daerah.
Pemimpin daerah
·         Negara terdiri dari beberapa Propinsi
·         Gubenur Propinsi mengurusi masalah SDM, SDA dan Sistem masyarakat (masalah daerahnya masing2)
   Secara umum maka kesimpulannya bentuk negara Indonesia adalah dominan Federal, namun dnegan pembatasan pengelolaan di bidang SDA yang tidak sepenuhnya diserahkan ke daerah dan juga SDM yang  masih dihandle oleh pusat. Dnegan bentuk negara yang seperti inilah diharapkan indonesia mampu menuju kesejahteraan rakyatnya secara menyeluruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar